Perbedaan antara Gagal Jantung dan Penyakit Jantung

Published On: 09/04/2024

Sebagian besar orang terkadang bingung atau tidak mengetahui dengan jelas apa itu gagal jantung.

Mereka kemudian menganggapnya sama dengan serangan jantung.

Untuk mengetahui perbedaan dua kondisi ini, Dokter Spesialis Jantung Pantai Hospital Ayer Keroh, Dr Mohd Al-Baqlish Mohd Firdaus, akan membantu menjelaskannya.

Dokter spesialis kami mengatakan bahwa jantung lemah (gagal jantung) adalah kondisi ketika jantung gagal memompa darah yang mengandung oksigen ke organ-organ vital tubuh kita. 

"Ini adalah salah satu komplikasi dari serangan jantung.

"Namun, tidak semua pasien gagal jantung mengalami serangan jantung," jelasnya.

Ia menambahkan bahwa pasien umumnya menunjukkan beberapa gejala jika mereka mengalami gagal jantung.

Berikut adalah 6 gejala utama gagal jantung:

  1. Kesulitan bernapas atau asma, terutama ketika melakukan aktivitas berat dan kegiatan sehari-hari.
  2. Pembengkakan pada kedua kaki.
  3. Tidur dalam posisi tegap, atau membutuhkan lebih dari satu bantal.
  4. Sering terbangun di malam hari akibat kesulitan bernapas.
  5. Palpitasi, atau denyut yang cepat.
  6. Batuk dengan dahak yang berbusa dan sedikit berwarna pink.

Komplikasi penyakit jantung koroner

Kemudian, Dr. Mohd Al-Baqlish menambahkan bahwa sebagian besar pasien terkena penyakit ini akibat komplikasi dari penyakit jantung koroner.

"Terkadang, pasien mengetahui bahwa ia mengalami penyakit jantung koroner setelah dokter memberikan diagnosis gagal jantung.

"Walaupun demikian, penyakit jantung koroner bukanlah satu-satunya penyebab gagal jantung," ujarnya.

Beberapa faktor yang dapat menyebabkan gagal jantung di antaranya adalah penyakit katup jantung, kelainan otot jantung (kardiomiopati), dan detak jantung yang tidak beraturan.

Ia mengatakan bahwa kondisi ini juga dapat terjadi akibat pengobatan kanker dalam jangka panjang, atau merupakan implikasi konsumsi alkohol.

Seseorang juga dapat mengalami gagal jantung akibat peradangan pada otot jantung dan penyakit tiroid.

Siapa yang berisiko tinggi mengalami gagal jantung?

Untuk menjawab pertanyaan ini, dokter spesialis kami mengungkapkan kelompok yang berisiko. Di antaranya adalah:

  1. Individu dengan penyakit kronis, seperti diabetes, tekanan darah tinggi, dan kolesterol tinggi.
  2. Individu yang memiliki riwayat keluarga dengan gagal jantung.
  3. Individu yang kelebihan berat badan dan obesitas.
  4. Perokok dan individu yang tidak menerapkan gaya hidup sehat.
  5. Pria yang mengalami andropause, dan wanita yang mengalami menopause.
  6. Kelompok lanjut usia.

Lebih lanjut, Dr. Mohd Al-Baqlish menyatakan bahwa penyakit kronis membutuhkan proses pengobatan secara berkala yang tepat.

"Langkah pertama menangani gagal jantung adalah memastikan bahwa pasien memang mengalami kondisi tersebut, sebelum menentukan penyebabnya.

"Dokter akan akan melangsungkan beberapa pemeriksaan awal, seperti skrining darah, elektrokardiogram, dan ekokardiogram," tambahnya.

Pada beberapa kasus, pemeriksaan lebih lanjut akan dilakukan lewat CT scan, pencitraan resonansi magnetik (MRI), dan angiografi koroner.

Setelahnya, pasien umumnya akan diberikan obat-obatan.

"Namun, beberapa pasien harus menjalani angioplasti koroner, bedah katup jantung, atau memasang alat pacu jantung.

"Namun, ini akan bergantung pada penyebab atau alasan di balik gagal jantung," jelasnya lebih lanjut.

Sementara itu, dokter juga akan menangani penyakit kronis lain, seperti diabetes dan hipertensi.

Ia kemudian menambahkan bahwa kebanyakan pasien dapat kembali hidup normal jika mereka mendapatkan pengobatan yang optimal.

"Pasien umumnya akan disarankan untuk berhenti merokok dan mengurangi asupan cairan.

"Pasien juga disarankan untuk membatasi asupan garam dan lemak jenuh yang tinggi," sambungnya.

Kemudian, dokter menyarankan bagi semua individu untuk tetap bergerak aktif, dengan berkegiatan dan berolahraga.

Namun, individu dengan masalah gagal jantung disarankan untuk tidak menjalani olahraga yang dapat membebani fungsi organ terkait.

"Aktivitas akan meningkatkan risiko kematian mendadak pada pasien.

"Mereka didorong untuk beraktivitas dengan teman dan keluarganya, serta menghindari aktivitas berisiko tinggi, seperti naik gunung atau berenang sendirian," ujarnya. 

Pasien juga harus mengetahui kapasitas diri mereka dan mendapatkan saran profesional sebelum melakukan aktivitas berisiko tinggi lainnya.

Sementara itu, pasien juga tidak boleh mengonsumsi obat atau suplemen sebelum berkonsultasi.

Untuk mengetahui informasi lebih lanjut mengenai Dr. Mohd Al-Baqlish, klik di sini.


Related Doctors
Loading...
Thank you for your patience
Click to know more!